Lokasi geografis
Di sebelah utara, Samaria berbatasan dengan lembah
Esdraelon; di sebelah timur dengan
Sungai Yordan; di sebelah barat dengan Pegunungan
Karmel (di bagian utara) dan
dataran Sharon (di barat); di sebelah selatan dengan
Yudea (bukit-bukit
Yerusalem).
Bukit-bukit Samaria tidak begitu tinggi, jarang yang tingginya lebih dari 800 meter. Iklim Samaria lebih ramah daripada iklim Yudea.
Kontrol politik Sejarah Samaria di zaman modern, yang dimulai ketika wilayah Samaria, yang tadinya dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman, dipercayakan kepada Britania Raya untuk menjalankan administrasi nya pada masa setelah Perang Dunia I sebagai Mandat Britania atas Palestina, oleh Liga Bangsa-Bangsa. Akibat dari Perang Arab-Israel 1948, wilayah ini jauth ke tangan kekuasaan Yordania dan para penduduknya belakangan menerima paspor Yordania.
Samaria direbut oleh pasukan-pasukan Israel dari Yordania pada masa Perang Enam Hari 1967. Baru pada 1988 Yordania menarik klaimnya atas Tepi Barat, termasuk Samaria, dan belakangan dikukuhkan oleh perjanjian perdamaian Israel-Yordania tahun 1993. Sebaliknya Yordania mengakui Otoritas Palestina sebagai pihak yang berkuasa atas wilayah ini. Dalam Persetujuan Oslo 1994, tanggung jawab untuk melaksanakan administrasi atas sebagian wilayah Samaria (Wilayah 'A' dan 'B') dialihkan kepada Otoritas Palestina.
Israel telah dikritik karena kebijakannya membangun pemukiman di Samaria. Posisi Israel ialah bahwa status hukum tanah itu tidak jelas, sementara PBB tidak setuju. Lihat pemukiman Israel.
Secara etnis, orang Samaria adalah penduduk Samaria setelah awal pembuangan orang Israel di Israel (2 Raja-raja 17 dan Yosefus [Ant 9.277–91]). Ketika Asyur mengalahkan Kerajaan Utara (Israel) pada 722 SM, sebagian penduduknya dideportasi, dan orang-orang lain dari Kekaisaran Asyur ditempatkan di Israel. Sargon mengklaim dalam catatan-catatan sejarah Asyur bahwa ia mengangkut 27.290 penduduk dari Samaria, ibukota Israel Utara. Para penduduk yang baru menyembah dewa-dewa mereka sendiri, tetapi ketika di wilayah yang mulanya jarang penduduknya itu merajalela binatang-binatang buas yang berbahaya, mereka meminta kepada raja Asyur untuk mengirimkan para imam Israel untuk mengajar mereka tentang bagaimana menyembah "dewa wilayah itu." Hasilnya adalah sebuah agama sinkretistik – kelompok-kelompok nasional menyembah Tuhan, tetapi mereka juga melayani dewa-dewa mereka sendiri sesuai dengan kebiasaan bangsa-bangsa asal-usul mereka. Sebagian orang Samaria mengklaim sebagai keturunan orang Israel dari Kerajaan Utara yang lolos dari deportasi dan pembuangan.
Sebuah studi genetik menyimpulkan dari analisis kromosom-Y bahwa orang Samaria adalah keturunan dari orang Israel (termasuk Kohen, atau para imam), dan analisis DNA mitokondrial menunjukkan bahwa mereka adalah keturunan dari perempuan-perempuan Asyur dan asing lainnya, hingga praktis menegaskan bahwa orang-orang Samaria adalah keturunan masyarakat lokal maupun asing. (Shen et al, 2004)[3]
Agama Samaria adalah agama yang berkaitan dengan Yudaisme dalam segala aspeknya. Agama ini menerima Torah sebagai kitab sucinya, meskipun tidak banyak dari teologi Yahudi yang belakangan. Bait suci mereka terletak di Bukit Gerizim, bukan Yerusalem, dan dihancurkan oleh Yohanes Hirkanus dari kelompok Makabe (Hasmoni) belakangan pada abad ke-2 SM, meskipun keturunan mereka masih beribadah di antara reruntuhan-reruntuhannya. Antagonisme antara orang Samaria dengan orang Yahudi penting untuk memahami cerita-cerita Perjanjian Baru tentang "Orang Samaria yang Baik Hati" dan Perempuan Samaria.
Sejarah Shomron (Samaria) secara harafiah adalah sebuah bukit pengintai atau menara pengintai. Di pusat gunung-gunung Israel, beberapa kilometer di barat laut Sikhem, berdiri "bukit Shomeron," sebuah bukit sendirian, sebuah "mamelon" raksasa. Ini adalah sebuah bukit persegi empat, dengan lereng yang curam namun masih dapat didaki, dan puncaknya yang panjang dan datar.
Omri, raja Israel, membeli bukit ini dari Semer pemiliknya dengan dua talenta perak, dan membangun di puncaknya yang luas sebuah kota yang dianaminya "Shomeron", yaitu, Samaria, sebagai ibukota baru kerajaannya, ketimbang Tirzah (1 Raja-raja 16:24). Karena itu, kota ini mempunyai sejumlah keuntungan. Omri tinggal di sini selama enam tahun terakhir pemerintahannya.
Akibat dari perang yang tidak perlu dengan Suriah, Omri terpaksa memberikan hak kepada Suriah untuk "membangun jalan-jalan di Samaria", artinya, kemungkinan memberikan izin kepada para pedagang Suriah untuk meneruskan perdagangan mereka di ibukota Israel. Ini menyiratkan kehadiran populasi Suriah yang cukup besar.
Ini adalah satu-satunya kota besar di Palestina yang dibangun oleh yang berkuasa. Yang lain-lainnya telah disucikan oleh tradisi leluhur atau merupakan milik sebelumnya. Tetapi Samaria adalah pilihan Omri sendiri. Memang, ia memberikan kepada kota yang dibangunnya itu nama dari pemilik sebelumnya, tetapi hubungan khusus dengan dirinya sendiri sebagai pendirinya dibuktikan oleh nama yang tampaknya diberikan kepada Samaria dalam prasasti-prasasti Asyur, "Beth-khumri" ("rumah atau istana Omri").
Samaria seringkali dikepung. Pada masa Ahab, Benhadad II bangkit menyerangnya dengan 32 raja vasal, tetapi dikalahkan dengan pembantaian hebat (1 Raja-raja 20:1-21). Kali yang kedua, tahun beriuktnya, ia menyerangnya; tetapi kembali ia dikalahkan habis-habisan, dan terpaksa meneyrah kepada Ahab (20:28-34), yang pasukannya, dibandingkan dengan pasukan Benhadad, tidak lebih daripada "segelintir anak kecil."
Pada masa Yoram, Benhadad kembali mengepung Samaria. Tetapi tepat ketika ia tampaknya akan berhasil, mereka tiba-tiba membubarkan pengepungan, karena mereka ketakutan ketika mendengar suara kereta-kereta perang dan kuda-kuda serta sejumlah besar pasukan, lalu melarikan diri, meninggalkan perkemahan mereka dengan segala isinya. Penduduk kota yang kelaparan segera merasa lega karena berlimpahnya jarahan dari perkemahan orang Suriah. Menurut kata-kata Elisa, "sesukat tepung yang terbaik berharga sesyikal dan dua sukat jelai berharga sesyikal di pintu gerbang Samaria" (2 Raja-raja 7:1-20).
Salmaneser V menyerang Israel pada masa Hosea, dan menjadikannya negara vasalnya. Ia mengepung Samaria (723 SM), yang bertahan selama tiga tahun, dan akhirnya ditangkap oleh Sargon II, yang menyelesaikan penaklukan yang telah dimulai oleh Salmaneser (2 Raja-raja 18:9-12; 17:3), serta membuang sejumlah besar suku-suku di sana ke pembuangan. Lihat Sepuluh suku yang hilang.
Rujukan Perjanjian BaruPerjanjian Baru menyebutkan Samaria dalam Injil Lukas ps. 17:11-20, dalam mujizat penyembuhan terhadap sepuluh penderita kusta, yang terjadi di perbatasan Samaria dan Galilea. Injil Yohanes 4:1-26 mencatat perjumpaan Yesus di sumur Yakub dengan seorang perempuan dari Sikhar. Di situ ia menyatakan dirinya sebagai sang Mesias. Dalam Kisah 8:5-14, dicatat bahwa Filipus pergi ke kota Samaria dan memberitakan Injil di sana. Pada masa Yesus, Syria Iudaea yang merupakan wilayah Roma dibagi menjadi tiga provinsi, Yudea, Samaria, dan Galilea. Samaria berada di pusat Syria Iudaea (Yohanes 4:4). (Syria Iudaea belakangan diganti namanya menjadi Syria Palaestina pada 135, setelah pemberontakan Bar Kokhba.) Dalam Talmud, Samaria disebut "negeri orang Kutim".
Bibliografi
G.A. Reisner, C.S. Fisher, dan D.G. Lyon,Harvard Excavations at Samaria (1908-1910), 1-2, Cambridge, Mass. (1924); J. W. Crowfoot and G.M. Crowfoot, Early Ivories from Samaria (Samaria-Sebaste 2) London (1938). J.W. Crowfoot, K.M. Kenyon dan E.L. Sukenik, The Building at Samaria (Samaria-Sebaste 1) London (1942). J.W. Crowfoot, K.M. Kenyon dan G.M. Crowfoot, The Objects of Samaria (Samaria-Sebaste 3) London (1957). F. Zayadine, Samaria-Sebaste: Clearance and Excavations (October 1965-June 1967) ADAJ 12:77-80 (1966) A.F.Rainey, Toward a Precise Date for the Samaria Ostraca, BASOR 272:69-74 (1988). L. E. Stager, Shemer’s Estate, Bulletin of the American Schools of Oriental Research 277/278:93-107. (1990) B. Becking, The Fall of Samaria: An Historical and Archaeological Study, Leiden, Brill (1992) R. Tappy, The Archaeology of Israelite Samaria. Early Iron Age through the Ninth Century B.C.E. Volume I. Harvard Semitic Studies 44, Atlanta: Scholars Press. (1992) R. Tappy, The Archaeology of Israelite Samaria. The Eighth Century B.C.E. Volume II. Harvard Semitic Studies 50. Eisenbrauns, Winona Lake, Indiana. (2001) N. Franklin, The Tombs of the Kings of Israel. ZDVP 119:1-11. (2003) N. Franklin, Samaria: from the Bedrock to the Omride Palace. Levant 36:189-202 (2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar